Ada satu kata atau istilah, yaitu “belajar” yang tidak bisa
lepas dari kehidupan manusia. Karena aktivitas belajar itulah yang membedakan
manusia dengan makhluk lain seperti binatang misalnya. Karena aktivitas belajar
pula yang mengantarkan seorang manusia menjadi berilmu, yang selanjutnya
memosisikan manusia menjadi makhluk yang paling mulia di antara makhluk yang
ada di muka bumi ini. Karena belajarlah, manusia bisa bertahan hidup dan bisa
memenuhi apa yang menjadi kebutuhan hidupnya. Karena belajarlah, manusia bisa
memecahkan masalah kehidupan yang dihadapi. Karena belajarlah, manusia bisa
mengembangkan budayanya, dan karena belajar pula, manusia bisa menguasai alam
dan bisa mengubah wajah dunia ini.
Coba kita perhatikan bagaimana kehidupan binatang, apapun jenisnya. Binatang
hanya mengandalkan instink untuk dapat memenuhi hidupnya dan mempertahankan
kehidupannya, sehingga kehidupan binatang dari waktu ke waktu hanya
begitu-begitu saja. Tidak ada binatang yang mampu mengembangkan kreativitas
untuk memperbaiki derajat kehidupannya. Persoalan ada binatang yang dianggap
pandai, sehingga dapat mengikuti perintah manusia, itu juga hanya sebatas
instinknya saja, bukan hasil belajar.
Dalam kehidupan manusia, belajar adalah kata kunci yang menjadi ciri
sekaligus potensi bagi umat manusia. Belajar telah menjadi atribut manusia.
Potensi belajar merupakan kodrat sekaligus fitroh bawaan sebagai karunia dari
Sang Maha Pencipta, Allah, swt. Belajar adalah kebutuhan hakiki dalam hidup manusia
di muka bumi ini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belajar adalah “energi
kehidupan” umat manusia yang dapat mengusung harkat kemanusiaannya menjadi
sosok beradab dan bermartabat.
Belajar adalah suatu proses dan aktivitas yang selalu dilakukan dan dialami
manusia sejak manusia di dalam kandungan, buaian, tumbuh berkembang dari
anak-anak, remaja sehingga menjadi dewasa, sampai ke liang lahat, sesuai dengan
prinsip pembelajaran sepanjang hayat. Sebagaimana telah dituntunkan dalam
Islam, belajar seharusnya sejak dalam buaian sampai ke liang lahat, minal
mahdi ilal lahdi, from cradle to the grave.
Teori sains terakhir bahkan mengungkapkan bahwa calon manusia telah mulai
belajar saat juataan sperma berjuang mencapai ovum dalam uterus. Jutaan sperma
itu seolah saling berjuang, berebut dan berlomba mencapai ovum, banyak di
antaranya yang gugur di tengah jalan. Uniknya, satu atau dua sperma (pada kasus
kembar tidak identik) mencapai ovum dan terjadi konsepsi, sisa ribuan sperma
yang lain mati dan menjadi nutrisi bagi ovum yang telah dibuahi. Ternyata… yang
bermula dari satu atau dua sperma itu adalah kita, dan kitalah yang menjadi
pemenangnya sebagai buah dari proses belajar, setelah melalui perjuangan
panjang dan melelahkan. Demikianlah, calon manusia ini telah belajar berjuang,
beradaptasi, bersaing, tetapi juga bekerja sama dan berkurban untuk kepentingan
sesama.
Secara teoritik, belajar dapat dimaknai sebagai suatu proses untuk
memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap,
dan mengokohkan kepribadian. Dengan demikian buah dari proses belajar tersebut
dapat berupa bertambahnya pengetahuan, adanya peningkatan keterampilan, semakin
sempurnanya perilaku dan sikap serta semakin matang kepribadian. Dalam konteks
proses memperoleh pengetahuan, kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan
pengalaman (experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali
melahirkan pengetahuan (knowledge). Dalam perspektif sains, ada
anggapan bahwa pengetahuan sudah terserak dan tersebar di alam semesta ini,
tinggal bagaimana manusia bereksplorasi, menggali dan menemukan kemudian
memungutnya, untuk memperoleh pengetahuan. Begitu pentingnya makna pengalaman
yang berujung pada terjadinya pengendapan akan pengetahuan, sehingga muncul
pepatah: pengalaman adalah guru yang paling baik, experience is the best
teacher, dalam pepatah Minangkabau dinyatakan dengan sebutan; alam
takambang menjadi guru atau alam berkembang menjadi guru.
Pada dasarnya semua manusia pernah mengalami atau memiliki pengalaman
belajar yang sangat menakjubkan. Ketika bayi, kita mulai belajar
menggerak-gerakkan organ tubuh, belajar mengidentifikasi, belajar berbicara,
belajar berjalan dan sebagainya, nyatanya kita bisa bergerak, bisa mengenal
lingkungan, bisa berbicara, dan bisa berjalan dengan sempurna. Artinya kita
telah mampu berjuang menghadapi berbagai tantangan dalam belajar, seperti
berkali-kali jatuh ketika belajar berjalan namun akhirnya berhasil dan sukses.
Demikian pula ketika belajar naik sepeda, berapa kali kita jatuh dan terluka,
namun kita tetap belajar terus tanpa menyerah dan akhirnya kita bisa naik
sepeda bahkan berbagai kendaraan lainnya. Itu semua adalah pengalaman sukses
belajar. Dalam berbagai sisi kehidupan lainnya masih banyak lagi pengalaman
sukses belajar yang telah dan terus akan kita alami dari hari ke hari.
Akan tetapi dalam perkembangannya, manusia termasuk kita semua sering
melupakan pengalaman sukses tersebut, atau barangkali justru tidak menyadari
bahwa apa yang kita alami itu sebagai buah dari sukses belajar, sehingga tidak
tumbuh keinginan untuk mengulangi dan menghadirkan sukses-sukses berikutnya
dalam kehidupan yang lebih luas. Dari uraian di atas, dapat kita tarik bahwa
sebenarnya aktivitas belajar merupakan suatu kebutuhan, bukan beban, bahkan
setiap diri manusia telah dibekali potensi untuk mampu belajar (dalam arti
luas).
Jikalau roh belajar tersebut sudah terpatri dalam setiap individu dan
menjadikan belajar sebagai kebutuhan (need), niscaya budaya belajar (learning
culture) dapat terbangun dan terwujud.
Jika budaya belajar sudah mengkondisi dalam suatu masyarakat sekolah (school
community) niscaya prosesi ujian nasional, ulangan akhir semester atau
eveluasi apapun tidak akan memicu kegalauan bagi para siswa, orang tua, maupun
sekolah itu sendiri. Untuk itu upaya membangkitkan semangat belajar ini
senantiasa menjadi tema yang menarik untuk didiskusikan.
Salah satu resep yang paling mujarab dalam membangun spirit belajar ini
adalah dengan menumbuhkan dan membangun kesadaran dari dalam diri
masing-masing, karena motivasi dari dalam lebih memiliki makna yang kuat
dibanding dengan dorongan apalagi paksaan dari luar. Ingat falsafah telur?
sebuah telur yang pecahnya dari dalam (karena dierami induknya niscaya akan
membuahkan seekor makhluk baru, artinya ada buah yang berupa “kehidupan”, dan
setiap kehidupan mesti akan memberi harapan. Lain halnya jika telur tersebut
pecahnya dari luar, maka yang terjadi adalah kehancuran. Demikian pula dalam
hal belajar, jika dorongan belajar berasal dari dalam diri setiap individu,
tentu akan timbul pencerahan dan harapan. Akan tetapi kalau belajar harus
dipaksa dari luar, yang terjadi adalah keterpaksaan yang pada gilirannya akan
memicu kehancuran.
Untuk itu tulisan ini sengaja diangkat teriring harapan, semoga dapat
menjadi referensi dalam menumbuhkan spirit belajar dari dalam diri bagi
siapapun, baik siswa, guru, orang tua atau pembaca lainnya. Begitu indahnya
makna belajar dalam kehidupan manusia dan begitu pentingnya mendorong spirit
belajar sebagai identitas kemanusiaan, kiranya kita perlu merenungi pepatah
China berikut :
Jika anda mempunyai rencana kehidupan satu tahun, tanamlah padi;
jika anda mempunyai rencana kehidupan sepuluh tahun,
tanamlah pohon;
dan jika anda mempunyai rencana kehidupan sepanjang hayat, maka belajar,
belajar , dan belajarlah.
Wallohu รค’lam, Semoga bermanfaat